"Twilight is Orange and Its Me"
"Jingga" wanita muda itu bergumam. ya... dan Jingga ia biasa disapa.  Penggambaran yang sempurna untuk sebuah siluet suasana senja yang sendu, sepasang mata beningnya tertuju pada semburat merah - kuning  yang menghiasi ufuk barat langit kota di kaki gunung ini, terasa semakin lengkap dengan semilir angin dingin yang menusuk tulang dan gemercik suara air yang mengalir bak lantunan suara alam yang menghanyutkan dan membawanya untuk sejenak terpejam dibuat nya.
 
Perlahan Jingga membuka mata dan menatap jauh ke pemandangan kota yang mulai nampak temaram, dari ketinggian dimana ia berada. dari sini Jingga dapat menyaksikan keindahan yang mulai sulit ditemui di hiruk pikuk nya kota besar, entah apa yang ia fikirkan saat itu, wajah teduhnya tampak berkerut-kerut tanda memikirkan seusatu. lalu tanpa disadari terdengar suaranya lebih menyerupai pertanyaan yang ditujuan pada dirinya sendiri: " Dibelahan bumi mana, sesungguhnya kau bersembunyi?" gumamnya. Lalu matanya mulai menerawang, mencoba melukis seraut wajah yang sering menemaninya dikala ia terlelap dalam mimpi terus mencoba dan akhirnya Ia mengerjapkan mata nya seraya mendengus kesal karena tak menemukan yang apa yang ia cari. Hmmm... benar saja, ternyata sosok misterius itu yang mengganggu fikirannya.
Langit kota mulai berganti dengan layar gelap berhias kerlip bintang dan cahaya bulan di penghujung Agustus yang dingin dan beku. Namun ia masih belum beranjak dari jendela kamarnya, terpaku kaku bagai patung hanya pikirannya yang melayang-layang bercengkrama dengan suara hatinya, sebelum ahirnya suara ibunya  yang memintanya untuk keluar memecah keheningan senja itu.
Diatas tempat tidur yang telah menemaninya bertahun-tahun ini, kembali seulas senyum samar terbentuk kala Jingga menarik sudut bibirnya, ahh...ia seolah kembali ke masa lalu "De Javu" bayangan tokoh "Topeng Tuxedo" di cerita komik "Topeng Kaca" yang tampan, dan baik hati namun misterius adalah tokoh yang menjadi pujaan nya dalam komik favorit nya itu. dulu saat kecil ia sering berimajinasi, membayangan dirinya adalah tokoh utama di komik itu dan ia bertemu dengan pujaannya Topeng Tuxedo, lucu... namun cerita itu begitu membekas hingga sekarang. Lalu perlahan ia beranjak dan meraih komik terakhir dari serial itu yang tersusun rapi disudut kamarnya, membolak-balik halaman nya membacanya dengan seksama, ah.. kertasnya pun mulai berubah warna kekuningan dimakan usia, dulu ia selalu menghabiskan waktunya dengan membaca komik ini, sayangnya ia tak pernah mendapatkan edisi-edisi terakhirnya.Semakin ia tenggelam dalam bacaan nya semakin kuat dorongan untuk meraih kotak ajaibnya, ya.. kotak ajaib tempat ia biasa mencurahkan perasaan nya pada Topeng Tuxedo khayalannya, atau sekedar melihat prilaku unik dari berbagai belahan dunia yang terkadang melibatkan emosi mendalam dari pelakunya, ya.. ia merindukan laki-laki itu, laki-laki yang mengisi hari-hari nya belakangan ini, yang membuat nya menjadi musafir sejati, padahal logikanya berkata bagaimana mungkin mempertahankan hal yang semu??
Bukan rasa sayang yang membuat ia merasa nyaman, tapi rasa nyaman lah yang membuatnya menyayanginya tak hanya menyayangi akan tetapi terlalu menyayanginya. Kedewasaan nya, keteguhan hatinya pada satu titik, dan ambigunya yang kadang membuat Jingga tak berkeinginan untuk membahas perasaannya secara lugas pada laki-laki itu, cukup ia yang tau atau mungkin cukup hati mereka yang tau, bagaimana persisnya kedekatan emosional yang terjalin tanpa disadari itu. Lelaki bertopeng itu mengajarinya banyak hal, dan ia menemukan pelabuhan keluh kesah nya pada Sosok dingin yang selalu mampu membuatnya berbicara di luar kebiasaannya, sosok kharismatik yang membuatnya merasakan kehadiran seorang teman, kakak bahkan merasakan sayang yang mendalam yang tercipta dalam diamnya.
Tidak.... Jingga tak pernah sampai pada titik ingin memiliki lelaki itu dan merebutnya dari dunianya yang sekarang, atau membiarkan dirinya sendiri terlena, mabuk dalam fatamorgana, seberapapun besar rasa sayangnya pada sosok itu, baginya cukup dengan melihatnya dan tetap berada disisinya dengan caranya adalah pilihan terbaik. terkadang ia pun ingin bertanya langsung tentang perasaan lelaki itu padanya, tapi lidah nya selalu keluh saat mereka mulai membicarakan hal yang mengarahkan mereka pada titik itu, ya... Jingga tak ingin pertanyaan nya merubah apa yang terjadi saat ini, ia terlalu menyayanginya, ia takut begitu takut kehilangannya, hanya dengan membiarkannya maka ia masih dapat berada disisi waktunya yang kosongnya, dan ia pun tak pernah berani membiarkan dirinya tenggelam lebih dalam, pun ia dapat merasakan hal yang sama, saat ia membaca keengganan lelaki itu untuk mengungkapkan apa yang ada difikirannya tentang Jingga.
Saat ia merasakan dirinya mulai tak mampu bersembunyi, maka menjauhkan diri adalah siksaan yang dipilihnya, ya... Jingga merasa hari-hari tanpa canda tawanya yang terkadang basi itu sungguh berat dijalani, godaan untuk kembali selalu datang, dan ia ta pernah benar-benar mampu menghilang, selalu kembali... Saat ia bersikukuh ingin menghapus bayangannya, yang terjadi adalah bayangan itu mencarinya... pun saat bayangan itu mulai memudar, Jingga kembali melukisnya... saat pertama menyadarinya ia tertegun, hatinya berkata:"akhirnya perselingkuhan emosional itu terjadi" Walaupun mungkin hanya Jingga yang merasakannya karena Jingga selalu meyakini Sosok itu adalah malaikat tak bersayap yang tak lagi memiliki keinginan melebihi batas senja, dimana ia berdiri sekarang atau sebaliknya ia adalah Iblis penggoda yang bertopengkan Malaikat, hmmm... entahlah Jingga tak pernah tau pasti, sosok mengerikan itupun terkadang muncul di kepalanya saat Jingga mencoba meruntut dan merangkai semua hal tentang lelaki itu, ya...Lelaki itu terlalu penuh teka-teki yang membuat Jingga terkadang enggan membuka sisi emosional dirinya, toh, lelaki itu pun melakukan hal yang sama, tak pernah berusaha jujur padanya, dengan begitu banyak wanita disekelilingnya, dengan kepiawaiannya bermanis kata yang selalu berhasil memabukkan lawan jenisnya, dengan seringnya ia menemukan lelaki itu bermetamorfosa untuk menghindari/mencari korban-korbannya, pantas rasanya jika semua hal itu mengarahkannya pada satu kesimpulan, lelaki itu tak semata-mata bersembunyi tetapi ia menikmati permainannya, dan celakanya Jingga pun membiarkannya larut.
Senja yang temaram itu telah berlalu, butuh waktu untuk kembali ke Fajar yang dingin, Fajar yang selalu ada di tempatnya dan untuknya,  Fajar yang selalu merentangan kedua tangannya, selalu menyambutnya tanpa pernah bertanya alasan mengapa Senja berlalu dalam diam.... karena Senja pasti kembali.{last diary on August}
    
Home »Unlabelled » JINGGA itu MERAH & KUNING
Monday, September 2, 2013
JINGGA itu MERAH & KUNING
Posted on 2:21 AM by cooki3
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
 
 
 
0 comments:
Post a Comment