“TEST”. Itu kata pertama yang terbaca saat Rara membuka pesan pendek yang diterima nya, mata bulat nya langsung berputar mencari sumber pesan pendek itu, hati nya bertanya : “siapa sih?” akhirnya karena tak mendapatkan tanda-tanda siapa yang iseng padanya dengan cepat Rara membalas pesan itu dengan singkat dan sangat padat: “?” ya..hanya dengan satu tanda baca, rasanya cukup mewakili rasa ingin tahu, kesal dan sebal di hati nya. Pesan itu berlanjut dengan jawaban yang semakin membuatnya gondok :” Kok cuma tanda tanya?” Rara kembali mencoba memastikan siapa kira-kira yang telah berhasil menggoda nya, lalu dilihat nya ke sudut ruangan dengan cepat ketika ia merasa ada sepasang mata yang memandangi dan memperhatikannya, tatapan nya menemukan sepasang mata tajam yang dengan berani menentang tatapannya yang terkenal jutek. Rara mendelik dengan mata bulatnya, akan tetapi dia semakin sebal ketika lelaki itu cuma tersenyum kecil menggodanya dan ikut-ikutan mendelikkan mata nya.”Huuuffth….” dengus nya kesal dan membuang pandangan nya ke depan kelas.
Rara melirik pergelangan tangan nya, “akhirnya, selesai juga” gumam nya. Tanpa memperdulikan yang lain, Rara bergegas merapikan buku-buku dan langsung keluar kelas dengan terburu-buru, tanpa menyadari sepasang mata itu terus memperhatikannya. bergegas Rara kembali ke asrama yang disediakan oleh Panitia Pelaksana Kegiatan, lalu ia merebahkan tubuh nya perlahan sambil terdiam mengingat-ingat kembali apa saja yang sudah terjadi selama dua hari ini, “hmmm, baru hari kedua” desis nya perlahan. Saat pertama dirinya diminta mewakili kampusnya mengikuti seminar ini, Ia merasa senang karena berharap dapat lepas sejenak dari rutinitas kampus yang nyaris membuatnya seperti mesin, ia membayangkan akan bertemu teman-teman baru, suasana baru yang akan membuatnya segar kembali, hari pertama sukses dilalui nya, apalagi Rara ditempatkan sekamar dengan teman-teman baru yang dirasanya cukup membuatnya nyaman, walaupun mereka berasal dari kultur yang berbeda. Ya, karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang diikuti oleh orang-orang dengan latar belakang budaya yg berbeda. Tapi dengan kejadian hari ini, entahlah..Rara mulai tak yakin apakah hari-hari berikutnya akan berlalu seperti yang ia harapkan.
“Ra, bangun… kita masuk lagi” sentuhan lembut dibahu nya membuat ia membuka mata nya perlahan, “ternyata aku ketiduran, terimakasih mbak” Ucapnya kepada Rahma teman sekamarnya yang telah membangunkannya tadi, bergegas ia melompat dari tempat tidur nya, berjalan ke kamar mandi sambil mengucek-ngucek matanya, teman-teman nya tersenyum melihat tingkahnya, Rara tersipu malu ketika menyadari ada yang memperhatikannya. Sepuluh menit, Rara tampak sudah siap dan ia menyambar tas dan mengenakan sepatunya, lalu menutup pintu dan menguncinya,  sambil berlari kecil ia mengejar teman-teman nya yang lebih dahulu ke kelas, dan dipojok kelas sepasang mata yang sama kembali memperhatikannya sambil tersenyum.
Tangan Rara meraba saku bajunya ketika dirasakannya getaran halus tanpa suara dari handphone nya mengisyaratkan ada pesan untuknya, perlahan-lahan dibukanya sambil melirik pengajar di depan kelas, ia tak ingin ketahuan bermain-main dan tak memperhatikan pelajaran. Ternyata pesan misterius lagi, “kok gak balas?” pertanyaan aneh. Lalu jutek nya kambuh jarinya menekan keypad dengan cepat” emang siapa loe?, gw gak punya waktu buat iseng!!!” jawabnya dengan ketus, sambil berharap yang menerima mau mengaku. “siapa ya………..” Rara komat-kamit menggerutu kesal sambil melirik siapa yang sedang memainkan handphone diruangan itu selain dia. Lalu tatapan nya tertuju pada tangan yang asyik mengetik “hah..dapat kau!!!” serunya dalam hati, perlahan kepalanya terangkat menyusuri si empunya tangan dan terhenti ketika matanya bertatapan dengan sepasang mata yang juga menatapnya tanpa kedip. “Huuuffth … dia lagi ternyata” “Apa mungkin dia ya pelakunya?” Rara menggumam, akhirnya dia kembali menekan keypad dan mulai mengetik” kalau gak mau ngaku ya sudah” tulisnya singkat, satu menit dua puluh detik Rara membuka pesan di Handphone nya“ini aku” jawaban yang sangat tak diharapkan oleh Rara, “Ah, sudahlah… lupakan saja dan jangan dihiraukan” isi kepalanya mengingatkan.Lalu suara dari depan membuyarkan lamunannya.
“Baiklah, hari ini cukup sampai disini, besok pagi kita mulai dengan pelajaran baru!” Kata-kata itu membuat Rara sedikit lega, “akhirnya kelas selesai juga” ucapnya.Ia sengaja memperlambat langkahnya, ketika teman-teman nya berebut saling mendahului keluar dari ruang kelas, ia tak ingin berdesak-desakan, tak ada lagi yang harus diburu batinnya. “Hai, cewek jutek …” sapaan pelan itu membuat Rara menoleh mencari sumber suara yang membuatnya terpaksa menghentikan langkahnya. Dia tersentak ketika mengetahui siapa yang menyapanya, lelaki dengan tatapan dingin yang jarang bersuara di kelas itu, Lelaki yang hanya sesekali menyapa temen-teman yang lain dan lebih cocok diibaratkan gunung es, tapi kali ini dengan berani menyapa nya dan langsung memberinya gelar “Miss JUTEK”, Walaupun Rara terbiasa dengan hal itu, Selalu begitu setiap ia bertemu dengan orang baru. Bagi yang belum mengenalnya dengan baik Rara memang jutek, galak dan tak begitu ramah, begitulah kenyataan yang sering terjadi pada temen-teman baru Rara, padahal aslinya dia rame, perhatian dan asyik sebagai teman dan sahabat, sayangnya itu hanya diketahui oleh sahabat-sahabatnya, tapi bukan berarti Rara tak disukai. Justru sikap cueknya terkadang membuat orang-orang di sekelilingnya tertarik ingin mengenalnya, Rara yang periang bisa bergaul dengan siapa saja tanpa memandang asal usul, walaupun semua teman nya tau Rara juga bukan berasal dari keluarga biasa, ya Raden Ayu Rastya Alisya van Bosch, yang akrab disapa Rara itu adalah gadis berdarah biru dan blasteran londo itu lahir di tengah keluarga berkecukupan. Namun itu tak pernah membuatnya tinggi hati, justru kesederhanaan lah yang Nampak dari wajah ayu nya.“hmm…” ujarnya pelan, Rara tak ingin menanggapi pertanyaan yang lebih tepat disebut pernyataan itu. “Aku, Hans.” Ujar cowok dihadapannya sambil mengulurkan tangannya. Akhirnya suara itu memecah keheningan yang terjadi diantara mereka. Dengan enggan Rara menyambut uluran tangan itu: “ Rara” ujarnya. Rara buru-buru menarik tangan nya yang mulai terasa dingin, cowok itu kembali tersenyum kecil, menggoda nya. Rara sebal melihatnya, lalu dia bergegas meninggalkan Hans sendiri di belakangnya tanpa berkeinginan menoleh lagi.
Malam ini Rara kembali asyik memainkan telpon genggam nya, ia mulai dihinggapi rasa kangen dengan sahabat-sahabat nya, dan pertanyaan Furi membuatnya tersenyum sendiri sambil menatap layar telpon, lalu dengan cepat jemarinya mengetikkan sesuatu sebelum menutup telponnya. Rara memejamkan mata nya, sambil menunggu balasan dari Furi, sebelum sayup-sayup terdengar suara alunan gitar dan lantunan merdu seseorang yang sedang bernyanyi di tengah hiruk pikuk candaan temen-teman nya di luar, Rara menajamkan telinganya mencoba fokus pada suara itu, Rara memejamkan mata nya kembali, berusaha menikmati alunan lagu yang disukainya, yups..”Dust in the Wind” setengah berbisik Rara ikut bergumam menyanyikan lagu tersebut dan dia merasakan keinginan yang kuat untuk mengetahui siapa pemilik suara itu, perlahan dia berjingkat membuka pintu kamarnya dan Rara tersentak ketika mata nya beradu pandang dengan pemilik suara itu, ternyata itu adalah Hans. Untuk menutupi wajahnya yang bersemu karena ketahuan mengintip, Rara berpura-pura mengambil baju nya yang masih tergantung di jemuran luar, untung tadi refleks nya bekerja dengan baik, “hampir saja..” gumam nya. Lalu Rara cepat berbalik dan menutup kembali pintu kamar nya.
“ya, mbak pinky…. Apa pendapat mbak?” pertanyaan itu membubarkan lamunan Rara, ia tersentak saat rahma mencubitnya kecil karena mentor menunjuknya untuk memberikan pendapatnya, Rara bingung, tak mengerti karena dari tadi hanya mata nya yang tertuju ke depan tapi pikiran nya tidak memperhatikan sama sekali melayang-layang entah kemana, muka nya yang bersih mulai memanas dan merona merah arena panik, sementara teman-temannya mulai geli melihat tingahnya, lalu tiba-tiba secarik kertas kecil mampir di meja nya, “bla…bla….” Rara berbicara dengan lancar…selancar jalan tol Jakarta di hari Minggu.
Bel istirahat berbunyi, Rara bergegas menghampiri Hans, “trims” ujar nya. Hans hanya tersenyum kecil dan memandangi Rara dengan seksama, dan entah mengapa Rara merasakan debaran-debaran aneh yang perlahan membuat wajahnya bersemu merah. Lalu Hans beranjak tanpa berkata apa-apa, Rara hanya menatapnya hingga punggung nya hilang dari pandangan.
To: Miss.JUTEK
Aku adalah karang…
Yang beku, di tepi birunya lautan…
Dingin dan sepi adalah teman ku,
Hingga semburat pagimu menghampiri ku..
Hangatnya sinarmu, mencairkan kebekuan hati …
Kau terlalu menggoda, untuk ku abaikan..
Kini….
Aku hanya mampu memandang
Tanpa keberanian untuk merengkuh mu
Hanya seuntai kalimat yang ku ingin kau tau
Kalimat yang mungkin sulit ku katakan..
Bersediakah kau menggurat senja bersamaku???
Rara melipat kembali kertas biru muda yang tadi di temukannya terselip di lembaran file miliknya, ia tertegun, mencoba berfikir keras, menerka siapa pemilik kata-kata nan puitis yang ditujukan pada nya itu.
Besok kegiatan akan berakhir, semua peserta sibuk mempersiapkan acara penutupan. Mereka ingin waktu yang singkat ini menjadi berkesan, sehingga semua acara ditata sedemikian rupa, mulai dari pengisi acara dan apa yang akan di tampilkan. Rara ikut berkumpul, berpartisipasi walaupun Cuma ikut duduk dan menggunting-gunting kertas untuk dekorasi besok malam.
“Ra, Hans ngeliatin kamu tuh.” Rahma menyentuhnya sambil memandang ke pojok ruangan.
“Apaan si mbak?” Rara mengikuti pandangan Rahma, dan pandangan nya beradu dengan si mata elang, dengan cepat Rara mengalihkan pandangannya, sementara Rahma tertawa terpingkal-pingkal menggodanya, Rara tersipu-sipu.
Rara beranjak keluar ruangan, duduk di bangku taman yang diterangi lampu temaram, memandangi bunga croissant yang beraneka warna.
“Gak takut masuk angin?” suara berat disampingnya membuyarkan lamunan Rara, ia menoleh dan tersentak ketika menyadari siapa yang duduk disampingnya. Kembali terdengar suara Hans tanpa menunggu Rara menjawab pertanyaan nya, “Setelah ini, kapan lagi ya bisa liat cewek jutek yang biking gue gak enak tidur…” gumam nya pelan..
Rara bersungut-sungut sebal, “Dasar cowok gak sopan…..” gerutunya, Hans hanya tertawa kecil, “Eh, jutek.. mau gak jadi pacar gue?” lanjutnya santai. “What’s????!!!” Rara mendelik, “ Gak usah pake melotot, mata nya udah bulat” Hans tersenyum geli, “Maaf, lagi gak pengen berantem!!!” ketus Rara, “Loh, diajakin pacaran kok, bukan berantem..” Ucap nya datar tanpa beban.
Rara benar-benar sebal dibuatnya, lalu “Ga perlu praktekin bakat playboy nya ke gue, lagi pula gue dah dijodohin” jawabnya dengan pelan tapi pasti, sambil berlalu…Hans hanya tersenyum penuh arti. Lalu dengan cepat menyambar pergelangan tangan Rara sebelum Gadis itu benar-benar berlalu, sesaat mereka beradu tenaga tarik-menarik, dan hasilnya tentu saja Rara tak mampu melepaskan dirinya, masa iya harus teriak sih.. Malu kan??? Hans dengan tenang menariknya untuk duduk kembali di sisinya, akhirnya Rara mengalah, dia terdiam tanpa keinginan untuk memulai, apalagi memandang Hans.
“So??” Hans memulai kalimatnya, “Diam, artinya mau kan?” Rara mengangkat kepalanya menatap tajam mata Hans, tak seperti biasanya kali ini Hans tak menggodanya, tapi ikut-ikutan menatapnya. Tatapan mata kelam yang berbinar di bawah rembulan dan Rara tak kuasa menentangnya. Lalu perlahan dikumpulkannya keberaniannya dan berkata. “Kita berdiri di waktu yang sama, maka biarkan ia berjalan hingga saatnya terhenti dan kita tetap sama” Hans mempererat genggamannya.”Hmmm… Kita akan sampai di waktu yang sama Ra” Ujarnya, sebelum melepaskan genggamannya dan membiarkan Gadis itu berlalu.
Lambaian tangan dan tatapan Hans, mengiringi bayangan Rara yang semakin menjauh, hari ini hari terakhir mereka di sini, dan entah kapan mereka akan bertemu lagi, jarak dan waktu yang terbentang jauh memisahkan mereka membuat Hans kembali menatap jejak Rara. “ Aku melepaskan mu sekarang Ra” Lalu ia tersenyum simpul… {bersambung}
 
 
 
0 comments:
Post a Comment